Tuesday, January 24, 2006

MENGGAGAS MEKANISME KOMPLAIN DALAM PELAYANAN PUBLIK

(Review Buku: Mekanisme Komplain; Pendekatan untuk Pelayanan Publik yang Adil dan Berkualitas, Sad Dian Utomo dan Ilham Cendekia, Jakarta, PATTIRO, 2005, xv hal + 131 hal)
Pelayanan publik di negeri ini masih buruk. Indikasi ini terlihat manakala masyarakat sebagai pengguna pelayanan masih sering diabaikan dalam mendapatkan hak konsumennya. Kadangkala masyarakat mendapat tekanan untuk menerima dengan terpaksa bentuk pelayanan yang diberikan aparat. Kearoganan aparat pelayanan disebabkan karena tiadanya mekanisme yang memberi kesempatan kepada warga untuk mengadukan keluhan pelayanan secara intensif. Disamping tiadanya transparansi dari pengadaan pelayanan publik.

Berangkat dari situasi di atas, PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional), sebuah organisasi yang memiliki visi dalam mewujudkan peran aktif masyakarat dalam pengambilan keputusan publik, mengambil peran dengan melakukan penelitian terhadap pelayanan publik, khususnya mengenai situasi komplain. Buku ini adalah hasil penelitian tentang persepsi masyarakat terhadap kondisi pelayanan publik di tiga kota yaitu Tangerang, Malang dan Semarang. Tiga unit pelayanan yang menjadi perhatian penelitian PATTIRO adalah kesehatan (puskesmas), pendidikan dasar dan pengelolaan sampah.

Tiga Paradigma Pelayanan Publik

Perkembangan pelayanan publik di Indonesia berkenaan juga dengan perkembangan paradigma pelayanan publik secara global. Ada tiga paradigma yang melihat pelayanan public dalam konteks hubungan antara pemerintah dengan warganya (hal 6-11). Pertama, pendekatan yang berorientasi pada negara pada sekitar tahun 1970-an. Negara adalah pusat dari pelayanan publik. Semua tanggung jawab dan pengelolaan dari pelayanan publik berada di tangan negara, sehingga tidak heran bila negara bisa sesumbar “kami tahu apa yang terbaik”. Negara pada saatnya nanti memiliki kewenangan dalam menentukan berbagai preferensi dalam pelayanan publik. Masyarakat diposisikan hanya sebagai konsumen saja, tanpa lebih. Respon konsumen terhadap keluhan pelayanan public tidak mendapat prioritas. Kedua, pendekatan private-oriented yang dikenal sebagai bentuk protes dari pendekatan pertama. Paradigma ini ingin menempatkan posisi swasta lebih aktif dalam pelibatan pelayanan publik yang sebelumnya tidak ada sama sekali. Swasta diberikan keleluasaan untuk mengelola pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah, baik separuhnya atau secara keseluruhan. Peran pemerintah hanya sebagai regulator dan fasilitator dari segala pelayanan publik. Di sini respon konsumen terhadap pelayanan menjadi faktor penting dalam pelayanan, apalagi dengan kondisi bila ada ketidakpuasan konsumen bias beralih ke tempat lain yang lebih baik. Ketiga, paradigma private-oriented pun mendapat kritik yang pedas pula. Hal ini setelah terlihat dari dampak bahwa adanya pengkelasan dalam konsumen, mahalnya pelayanan publik atau tidak terlayaninya konsumen dari kalangan masyarakat miskin. Semua kritik tersebut menimbulkan sebuah pendekatan yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik, terutama membangun mekanisme yang memberi kesempatan kepada masyarakat terlibat aktif dalam perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan dan evaluasi pelayanan publik. Mekanisme ini juga dapat dimanfaatkan untuk penyaluran, penanganan dan pemanfaatan respon dari konsumen terhadap pelayanan publik.

Persepsi Masyarakat tentang Komplain Pelayanan

Hasil penelitian PATTIRO menyebutkan secara gamblang bagaimana pandangan masyarakat terhadap situasi keluhan masyarakat yang dihadapi oleh tiap unit pelayanan di tiga kota tersebut. Berbagai keluhan yang selama ini tidak terekspos oleh setiap unit pelayanan akan terlihat jelas. Secara keseluruhan dari hasil penelitian didapat bahwa lebih dari dua per tiga responden belum pernah menyatakan protes terbuka terhadap keluhan pelayanan yang diperoleh. Kecilnya angka responden yang menyatakan protes bias bervariasi antara: sudah baiknya bentuk pelayanan atau tidak adanya mekanisme pengaduan keluhan atau mungkin saja ketidakpedulian masyarakat terhadap pelayanan yang baik.

Di dalam pelayanan pendidikan misalkan, ketakutan orang tua akan adanya dampak terhadap anaknya bila mengajukan protes lebih mendominasi dari keengganan melaporkan keluhannya. Sementara dalam pelayanan kesehatan dan pengelolaan sampah, faktor penghambatnya lebih disebabkan karena masyarakat merasa pesimis terhadap perubahan dari pelayanan yang menjadi lebih baik dan juga tidak diresponnya keluhan yang ada oleh para petugas.

Mekanisme Komplain

Gagasan mekanisme komplain yang diutarakan oleh PATTIRO nampaknya ingin mengakomodasi dan memproses keluhan pelanggan dalam sebuah mekanisme yang jelas. Keterlibatan lembaga eksternal, dalam hal ini di luar relasi konsumen dan pemberi layanan menjadi titik perhatian yang harus dilembagakan. Keberadaan lembaga ini memudahkan pengawasan terhadap kinerja pelayanan publik yang sedang berjalan. Sedangkan lembaga internal penyelenggara pelayanan melakukan mekanisme pengelolaan pengaduan secara cepat berdasarkan standar yang sudah dilakukan. Sehingga, dengan adanya mekanisme yang alur serta pelakunya yang jelas memudahkan bagi setiap orang memantau perkembangan keluhannya.

Buku ini cukup menarik untuk mengetahui secara realitas pandangan masyarakat terhadap pelayanan public yang dilakukan oleh pemerintah. Karena selama ini, instansi pemerintah merasa tidak perlu dinilai dari luar atas kinerjanya. Padahal persepsi ini menjadi penting manakala pelayanan public harus berorientasi kepada partisipasi masyarakat. Penilaian kinerja oleh masyarakat luas menjadi sangat penting manakala system birokrasi kita saat ini masih terlalu memberi kesempatan bagi terciptanya KKN. Secara teknis, saya melihat semestinya buku ini juga mampu mengeksplorasi hasil penelitian persepsi tersebut karena memang berbagai kondisi yang melatar belakangi persepsi tersebut adalah menarik untuk dianalisis. Sehingga, ada justifikasi yang sangat jelas bahwa memang diperlukan mekanisme komplain di setiap unit pelayanan yang diteliti. Yang menarik lagi menurut saya adalah semestinya buku ini juga bias menampilkan inovasi yang dikembangkan oleh setiap unit di setiap kota serta hambatan-hambatannya. Sehingga tercipta wacana yang memadai dari situasi mandegnya pelayanan public yang tidak partisipatif. ***
(ALIANSI, 30/Nov 2005)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home