Memahami Aktivis yang Jadi Caleg
Indopos, Kamis, 08 Jan 2004Kita perlu melihat kira-kira motivasi yang melatarbelakangi partai dalam mengajak mantan aktivis mahasiswa menjadi caleg DPR nanti. Setidaknya, saya melihat ada tiga hal. Pertama, partai politik berkeinginan melibatkan seluruh komponen masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik, termasuk yang selalu kritis. Yaitu, para aktivis LSM dan aktivis mahasiswa.
Harapan partai terhadap mereka tentu sangat besar. Partai akan memberikan ruang yang luas bagi para aktivis tersebut guna menyumbangkan ide dan pikirannya untuk berpartisipasi secara aktif dalam parlemen, bukan di jalanan seperti yang biasa mereka lakukan. Partisipasi tersebut penting untuk meningkatkan kualitas kebijakan yang dibuat nanti.
Kedua, beranjak dari motivasi pertama, muncul pandangan bahwa para aktivis yang notabene lebih bersih dari berbagai tuduhan KKN membuat partai bermaksud memanfaatkan peluang tersebut untuk mendongkrak perolehan suaranya.
Alasannya jelas, yakni rakyat tentu menginginkan anggota parlemen yang tidak busuk, seperti yang disuarakan gerakan moral antipolitisi busuk belakangan. Juga, sangat jelas bahwa Golkar dengan paradigma baru menginginkan kejayaannya terulang seperti masa lalu, yakni memperoleh suara terbanyak pada setiap pemilu.
Ketiga, dimungkinkan Golkar juga ingin mengulang romantisme dukungan aktivis dalam parlemen seperti yang dilakoni pada awal Orde Baru. Namun, karena para aktivis mahasiswa telah belajar dari pengalaman gerakan 1966, aktivis 1998 tidak serta merta mau diajak dalam DPR hasil Pemilu 1999. Sehingga, Golkar sekali lagi mengajak mereka setelah melihat para aktivis makin tidak puas terhadap perkembangan politik saat ini. Sayangnya, para aktivis tersebut tidak memiliki kendaraan politik. Golkar dan berbagai partai politik lainnya secara sadar menangkap peluang itu.
Reformasi yang telah berlangsung enam tahun memang tidak memberikan hasil memuaskan. Masa transisi tersebut belum tuntas, bahkan cenderung membingungkan arahnya. Berbagai kritik terhadap lambannya pemerintahan Megawati, semakin menjadi-jadinya korupsi, beratnya persoalan konflik etnis yang hingga kini belum tuntas, serta masih lemahnya penegakan hukum merupakan masalah yang terus menghantui perpolitikan saat ini.
Para aktivis yang terjun langsung melihat persoalan bangsa tersebut tentu makin gemas dan kesal terhadap ketidakjelasan arah perubahan yang diinginkan serta kondisi riil masyarakat yang belum sepenuhnya bisa bangkit dari krisis. Malah sebaliknya, perubahan dihadapi dengan konsesi serta negosiasi politik untuk menyeimbangkan sumber daya politik yang diinginkan partai. Sehingga, makin jelas bahwa tujuan mulia reformasi untuk menyejahterakan rakyat hanya sebatas slogan politik.
Berangkat dari kondisi tersebut, saya kira banyak pertimbangan yang telah mereka pikirkan secara matang untuk mau dicalonkan menjadi anggota legislatif. Ada beberapa hal. Pertama, pertimbangan strategis gerakan, terutama dalam upaya memuluskan agenda perubahan yang diinginkan masyarakat.
Berlandas hal itu, para aktivis atau mantan aktivis melihat perlu ada yang bermain dalam arena pembuat kebijakan untuk memudahkan digolkannya berbagai kebijakan yang menguntungkan rakyat. Selain itu, mereka tetap sepakat untuk ada yang terlibat di luar parlemen sebagai penekan moral yang efektif.
Kedua, pertimbangan aliansi kekuatan politik. Hal itu dimaksudkan sebagai upaya penggalangan kekuatan untuk mendukung partai dengan memanfaatkan jaringan yang telah dimiliki para mantan aktivis mahasiswa, baik di HMI, KAMMI, GMKRI, maupun PMII.
Karena itu, jangan heran jika aktivis Forkot atau PMII yang dulu menghujat Golkar pada 2001 kini mau dipinang partai tersebut menjadi caleg. Sebab, jelas semua itu semata-mata merupakan kepentingan politik praktis dan mahasiswa telah menunjukkan kelihaiannya berpolitik.
Ketiga, para mantan aktivis menyadari bahwa Golkar adalah partai yang besar dan berbasis dukungan yang kuat. Sehingga, tidak ada kendala yang sangat signifikan untuk menggalang dukungan menuju kursi DPR.
Kalaupun soal tuduhan terhadap mantan aktivis mahasiswa yang terkesan mudah dirayu demi kepentingan politik, saya kira itu adalah sebuah realitas yang seharusnya dipahami bahwa politik merupakan kekuasaan. Dan, manusia dilahirkan dengan memiliki hasrat untuk berkuasa.
Namun, saya mungkin berada pada posisi yang berbaik sangka kepada teman-teman aktivis mahasiswa. Bisa jadi, motivasi gerakan moral masih menjadi pegangan mereka untuk tetap berjuang di arena yang berbeda, bukan lagi arena jalanan.
Saya pun percaya, tujuan politik mereka adalah mulia, yakni melakukan perubahan terhadap negeri ini. Jadi, cobalah kita percaya kepada niat mereka, meski perlu disadari bahwa perlu kekonsistenan gerakan moral mahasiswa tetap di jalur netralitas kepentingan politik. Akhirnya, kita lihat nanti kiprah mantan aktivis dalam gelanggang parlemen dalam menyuarakan kepentingan rakyat.
*. Aditya Perdana, mahasiswa Ilmu Politik FISIP UI
2 Comments:
Symantec acquires Sygate - issues incomprehensible press release
The good news - an acquisition that makes perfect sense. Symantec announced yesterday that they are acquiring Sygate.
Came acroos your Blog & liked it. It's unique to say the least. I'm trying to put up a site--Agent Orange, but when you work with words like agent orange in vietnam, it makes it difficult. Just venting , I guess ---Jack---
Bipolar Patty Duke launches blog to help others with disorder
The actress who won an Oscar for her portrayal of blind and deaf girl Helen Keller now wants to help people with mental illnesses.
Hey, you have a great blog here! I'm definitely going to bookmark you!
I have a internet marketing site. It pretty much covers internet marketing related stuff.
Or my internet marketing blog
Come and check it out if you get time :-)
Post a Comment
<< Home